Kamis, 14 Februari 2013

SEJARAH KARINDING

Karinding adalah waditra karuhun Sunda, terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm yang dibuat menjadi tiga bagian, yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut cecet ucing), bagian untuk digenggam, dan bagian panenggeul (pemukul). Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga mulut, kedalaman resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas. Tiga bagian ini merefleksikan juga nilai ,oral dan ajaran yang terkandung dalam karinding, yaitu yakin, sadar, sabar. Dipegang yang yakin, ditabuh yang sabar, dan jika sudah ada suara harus sadar jika itu bukan suara kita.Secara kebahasaan, karinding berasal dari kata ka dan rinding. Ka berarti sumber dan rinding berarti suara.
Jenis bahan dan jenis disain karinding menunjukan perbedaan usia, tempat, jenis kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibuat untuk perempuan, sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, agar bisa disimpan di tempat tembakau. Bahan juga menunjukkan tempat pembuatan karinding. Di Priangan Timur, misalnya, karinding menggunakan bahan bambu. Di kawasan lain di Indonesia, karinding disebut juga rinding (Yogyakarta), genggong (Bali), dunga atau karindang (Kalimantan) atau alat sejenis dengan bahan baja bernama jawharp di kawasan Nepal dan Eropa dan chang di Cina dengan bahan kuningan.  Selain ditabuh, karinding juga ada yang dimainkan dengan cara dicolek atau disintir.
Sepertinya karinding mulai muncul antara zaman pertanian dan zaman perundagian. Alat music ini biasa dimainkan orang-orang sambil menunggui sawah atau ladang di hutan atau di bukit-bukit, saling bersahutan antara bukit yang satu dan bukit lainnya. Alat ini bukan cuma menjadi pengusir sepi tapi juga berfungsi mengusir hama. Suara yang dihasilkan oleh karinding ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi ladang pertanian. Catatan tertua tentang karinding ada di naskah Pendakian Sri Ajnyana yang diperkirakan ditulis abad ke-16. Dalam naskah itu dikisahkan karinding disimpan di palang dada gedung keraton bidadari Puah Aci Kuning di kahyangan. Berikut adalah cuplikan naskahnya,
Hurung subang di hulueun – Kacapi di kajuaran – Kari(n)ding dip ago sanding – Giringsing di pagulingan – Deung ka(m)puh pamarungkutan
(Terjemahan : Giwang bercahaya di ujung kepala – Kecapi di dekat tempat tidur – Karinding di pago sanding (palang dada) – Giringsing di atas tempat tidur – Dan selimut)
Di kalangan rakyat umum, karinding adalah alat musik pertanian dan alat ritual yang dimainkan dalam berbagai acara. Di kalangan para pemuda Tatar Sunda, karinding populer sebagai alat musik pergaulan. Di Banten, karinding dimainkan sebagai alat musik permainan anak-anak. Jejak karinding yang lebih kentara justru datang dari Tasikmalaya. Kisah Kalamanda dan Sekarwangi yang bersatu berkat karinding dan diyakini sebagai cerita rakyat asal mula karinding dibuat di Cineam, atau kisah si playboy Ki Slenting di Cineam yang berakhir tragis, memperkuat karinding sebagai seni pergaulan. Cineam sebagai salah satu pusat seni karinding diperkuat dengan keberadaan Sekar Komara Sunda pimpinan Bah Oyon Naroharjo dan Bah Karna yang telah mengeksplorasi karinding sejak tahun 1950an.
Pusat karinding lainnya tentu saja Parakan Muncang. Di sini, karinding dimainkan dalam hajat-hajat hidup orang banyak, seperti hajat lembur, hajar buruan, hajat ketika gerhana, hajat caang bulan, atau sekedar permainan musik.  Sosok sentral karinding Parakan Muncang masa kini tentu saja adalah Bah Olot. Namun, ungkap Bah Olot, karinding sudah ramai di parakan Muncang sejak zaman bapaknya Bah Entang, dan bahkan kakeknya, Bah Maja. Keluarga Bah Olot memang sejak pembukaan Parakan Muncang dikenal sebagai pengrajin alat-alat bambu dan karinding.  Agaknya, dari Parakan Muncang, kesenian ini terus berkembang ke Gunung Manglayang dan Ujungberung dengan adanya kesaksian warga Gunung Manglayang yang sudah berusia 80an tahun, yang menyebutkan jika karinding dan celempung di Gunung Manglayang adalah sering dijadikan musik pengiring latihan pencak silat semasa ia kanak-kanak.
Tahun 1990an, karinding mulai meruyak ke permukaan. Sejak eksplorasinya oleh musisi-musisi Indonesia karinding terus dimainkan bersama musik-musik yang lebih populer. Nama-nama besar dalam dunia musik seperti Chrisye dan Harry Roesli pernah memasukan suara karinding dalam lagu-lagu yang mereka mainkan. Karinding juga mulai banyak diteliliti oleh para akademisi, termasuk endokumentasian karinding Cineam antara tahun 1999 hingga 2001 oleh Kabumi UPI pimpinan Ginanjar Saribanon, kolaborasi Sekar Komara Sunda dengan Kabumi tahun 2002, hingga penciptaan karinding double neck karya Bah Oyon. Karinding juga mengalami beberapa pengembangan yang signifikan dengan diciptakannya karinding bernada diatonis oleh Asep Nata. Upaya pengenalan karinding kepada khalayak luas juga terus dilakukan oleh Dodong Kodir, Yoyo, dan Opa Felix.
Pertengahan 2000an, perkembangan karinding terutama dikawal oleh Abah Olot dari Parakan Muncang. karindng di kawasan ini semakin menemukan bentuknya ketika berdiri kelompok musik Giri Kerenceng tahun 2005 pimpinan Bah Olot. Di beberapa titik di Kota Bandung, seni karinding semakin menghangat saja. Dua di antara titik yang patut ditandai adalah karinding di komunitas Maman Dago dan Komunitas Hong. Pada masa ini, melalui murid Abah Olot, Mang Engkus dan Mang Utun, karinding mulai dikenal dan dimainkan di komunitas musik metal Ujungberung Rebels.
Tahun 2008 musik karinding seperti mendapatkan momen kebangkitannya. Disertai dengan bangkitnya kesadaran lokal di hampir seluruh dunia, karinding tampil menjadi nilai kesadaran lokal baru di generasi muda Sunda, terutama di kalangan musisi bawahtanah. Salah satu lokomotif utama kebangkitan karinding tentu saja adalah Karinding Attack, kelompok musik yang digawangi para pionir komunitas metal Ujungberung Rebels. Dengan slogan dan manifestasi Sunda Underground Sunda Kiwari Nyanding Bihari, karinding dikembangkan dengan sangat progresif oleh Karinding Attack dan pada gilirannya menginspirasi kelompok-kelompok lainnya untuk bersama-sama bangkit. Karinding pun menyebar di kawasan Sumedang, Garut, Cicalengka, Rancaekek, Ujungberung, Bandung, Lembang, Ciwidey, Subang, Cimahi, Batujajar, Cililin, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Karawang.  Kini dalam berbagai pergelaran music metal di seluruh Indonesia sudah tak asing lagi para pemuda metal di Sumatera, Jawa, Kalimantan, atau Sulawesi yang tampak mengenakan iket Sunda dan membawa-bawa kariniding.
Dua komitmen tak kalah penting yang dilakukan Karinding Attack adalah digelarnya program pengajaran karinding Kelas Karinding atau Kekar dan penulisan buku sejarah karinding. Kekar digarap oleh Hendra Attack di Common Room dan Gedung Indonesia Menggugat, dan kini menyebar semakin luas di berbagai seklah dan komunitas karinding. Sementara itu buku sejarah karinding yang diterbitkan berjudul Jurnal Karat Ujungberung Rebels, karya Kimung. Terbit tanggal 20 Oktober 2011, bisa dikatakan buku ini adalah kisah sejarah karinding pertama yang pernah diterbitkan. Jurnal Karat adalah jurnal harian Kimung dan segala yang ia lakukan bersama Karinding Attack dalam rangka membangkitkan kembali seni karinding. Untuk buku sejarah karinding yang lebih umum, Kimung juga sedang menulis buku Sejarah Karinding Priangan yang akan diterbitkan segera.
Pembangunan basis perekonomian yang bervisi kesejahteraan para pengrajin bambu juga adalah wacana yang sering digulirkan di Karinding Attack, terutama oleh Okid Gugat. Okid yang mengelola distro Remains Rottrevore serta label musik metal Rottrevore Records ini senantiasa mengungkapkan bahwa maraknya percaloan di kalangan para pengrajin setidaknya adalah hal yang menyebabkan kerajinan bambu di mayoritas kawasan Jawa Barat cenderung mati suri. “Bayangkan, karinding dari pengrajin paling dibeli dengan harga sekitar sepuluh sampai tiga puluh ribu, para calo kemudian menjualnya dari harga lima puluh ribu sampai seratus ribu. Sebetulnya itu sih hak para calo atau distributor mau jual seratus ribu atau bahkan sampai dua juta juga. Masalahnya setelah mereka mendapatkan keuntungan, masihkah mereka ingat pada nasib para pengrajin?” Karenanya yang ia lakukan adalah merancang berbagai upaya kesejahteraan pengrajin sekaligus membangun kebanggaan dalam diri pengrajin dan memutus jalur percaloan dengan menghubungkan para pengrajin langsung dengan dunia luar. Dalam atmosfer kehidupan yang terjamin, ketersediaan karinding atau waditra-waditra lain di pasaran akan senantiasa siap sedia.
Karinding juga menjadi ranah penelitian yang eksotis bagi beberapa kaum muda di ranah komunitas independen Bandung. yang berhasil dicatat oleh Minor Books dan Bandung Oral History, setidaknya sudah ada beberapa anak muda yang secara intens meneliti karinding. Dua di antaranya adalah Dian AQ Maulana seorang mahasiswa sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), juga tergabung dalam kelompok belajar sejarah lisan Bandung Oral History (BOH), yang kini sedang menyusun skripsi bertema karinding di Bandung dan sekitarnya dan Iyang juga dari BOH yang meriset penulisan biografi Abah Olot dan Giri Kerenceng. Karinding juga menjadi sarana eksplorasi kelompok atau komunitas mahasiswa seperti yang dilakukan komunitas film United Record Pictures atau Under berbasis di kampus Universitas Komputer Indonesia (Unikom) yang digawangi Kapten Jeks dan Fajar Alamsyah, juga kelompok mahasiswa jurnalistik Fikom Universitas Padjadjaran dengan radio dan televisi kampusnya. Tanggal 22 Juni 2010, United dengan sutradara Kapeten Jeks merampungkan syuting video klip “Hampura Ma II” Karinding Attack. Ini bisa jadi adalah video klip musik karinding pertama yang pernah dibuat di dunia.
Ini tentu adalah modal besar dalam membangun tatanan sosial dan budaya yang lebih sadar akan identitas dirinya sendiri di percaturan budaya global sehingga karakter dan metalitas individu yang terbangun semakin kuat dan membumi demi terbangunan tata sosial yang lebih baik, aktual, inklusif, serta integratif.
Penulis adalah pemain karinding.
Catatan Tambahan :
Di Desa Beji, Gunungkidul, sekitar 45 kilometer dari Yogyakarta, orang menyebut karinding dengan nama rinding. Berbeda dengan karinding di Jawa Barat yang umumnya dipukul atau ditoel, rinding dimainkan dengan cara disintir. Seutas tali diikatkan di ujung sebelah kanan dan kita menarik-narik tali itu untuk memainkannya. Siswanto Tukimin, pemain rinding mengungkapkan jika kekuatan hembusan napas dari mulut sangat membantu membangun suara rinding. Ini jelas berbeda dengan karinding Jawa Barat yang cenderung menggunakan bentuk dinding-dinding mulut dan bukaan kerongkongan untuk membangun suara karinding.
Muhammad Kasno, tetua Desa Beji mengatakan, rinding adalah hasil kreasi nenek moyang Beji bernama Onggoloco. Tokoh ini adalah salah satu patih Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke Gunungkidul. Ia beserta pengikutnya membuka hutan dan menetap di Desa Beji sebagai petani. Oleh Onggoloco, rinding dimainkan dalam pesta rakyat untuk menyambut panen padi. Setahun sekali, penduduk Beji juga punya tradisi sadranan untuk menghormati Onggoloco. Dalam pertunjukannya di Gunungkidul, rinding tampil bersama gubeng. Kombinasi permainan ini namanya Rinding Gubeng.
Album Karinding Attack Gerbang Kerajaan Serigala mungkin adalah rekaman lagu-lagu karinding pertama yang pernah direkam dan dirilis dalam format satu album musik yang berkomitmen hanya memainkan karinding dan waditra bambu lain yang biasa mengirinya. Pun dengan konser Gerbang Kerajaan Serigala ini sepertinya juga adalah konser musik karinding secara khusus yang pernah digelar di dunia.
So enjoy this and be the part of history!
Paenkeun jang!

0 komentar:

Posting Komentar